Pemanfaatan Limbah Tailing dalam Pengaspalan Jalan Akses Bandara Mozes Kilangin, Jawaban Inovasi Berkelanjutan PT Freeport Indonesia

Pemanfaatan Limbah Tailing dalam Pengaspalan Jalan Akses Bandara Mozes Kilangin, Jawaban Inovasi Berkelanjutan PT Freeport Indonesia

Oleh : Mustaqiem Eska

 

 

(Timika, MCP-Lab) Konsep ekonomi sirkular dalam bidang konstruksi semakin mendapatkan perhatian, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pemanfaatan material secara berkelanjutan. Salah satu pendekatan inovatif adalah penggunaan limbah industri pertambangan, khususnya tailing dari PT Freeport Indonesia (PTFI), dalam proyek-proyek infrastruktur. Proyek pengaspalan jalan akses di Bandara Mozes Kilangin, Timika, Papua, menjadi studi kasus yang menarik dalam penerapan praktik berkelanjutan ini.

Proyek ini melibatkan pemanfaatan tailing yang berasal dari GCSP PTFI, dengan PT. Karya Mandiri Permai (KMP) bertindak sebagai kontraktor pelaksana dan PT. DEKAPENTRA sebagai pihak pengawas. Keunikan proyek ini terletak pada penggunaan tailing dengan persentase tertentu pada berbagai lapisan perkerasan jalan, yaitu 15% pada Lapis Pondasi Bawah (LPB), 20% pada Lapis Pondasi Atas (LPA), dan 15% pada Asphalt Concrete Wearing Course (ACWC). Inisiatif ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur, tetapi juga untuk mempromosikan pengelolaan limbah yang bertanggung jawab dan memberikan manfaat ganda bagi lingkungan sekitar PT. Freeport Indonesia, khususnya kota Timika . Upaya pemberdayaan limbah yang bersifat sirkuler ini menunjukkan komitmen PTFI dalam menerapkan pengelolaan lingkungan yang apik dan berdaya guna untuk kawasan sekitarnya.

PT Freeport Indonesia telah memiliki sejarah panjang dalam pengelolaan dan pemanfaatan tailing, salah satunya melalui keberadaan Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA) . Seiring waktu, terjadi pergeseran paradigma dari pandangan bahwa tailing hanyalah limbah, menjadi pengakuan akan potensinya sebagai sumber daya yang bernilai . Sebelumnya, tailing telah berhasil dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi, termasuk pembangunan jalan internal perusahaan 32 BR PTFI, area parkir di fasilitas seperti Hotel Rimba Papua Timika, Kawasan Rimba Golf, dan Institut Pertambangan Nemangkawi (IPN) . Selain itu, tailing juga telah digunakan dalam proyek infrastruktur lainnya di Mimika dan Merauke . Kolaborasi dengan berbagai institusi pendidikan seperti Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Cenderawasih, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memegang peranan penting dalam penelitian dan pengembangan aplikasi tailing .

Studi Ecological Risk Assessment (ERA) yang dilakukan oleh PTFI pada periode 1998 hingga 2002 menyimpulkan bahwa tailing tidak tergolong sebagai limbah berbahaya . PTFI juga menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam pengelolaan tailing sebagai bagian dari komitmen terhadap keberlanjutan . Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga telah memberikan ruang pemanfaatan tailing melalui regulasi yang diterbitkan . Bahkan, pemerintah mengarahkan agar PTFI setiap tahunnya mengeluarkan 200.000 ton tailing untuk dimanfaatkan . Berbagai penelitian menunjukkan potensi tailing sebagai bahan campuran dalam pembuatan semen, material bangunan ringan, paving block, batako, beton polimer, batu bata, dan keramik .

Proyek ini secara spesifik bertujuan untuk melakukan pengaspalan jalan akses menuju Bandara Mozes Kilangin yang terletak di Timika. Sastro Siburian selaku Divisi General Construction & Special Project (GCSP) PTFI bertanggung jawab atas penyediaan tailing yang digunakan dalam proyek ini. PT. Karya Mandiri Permai (KMP) ditunjuk sebagai kontraktor utama yang melaksanakan pekerjaan pengaspalan. Supranoto menjabat sebagai Project Manager dari PT. Karya Mandiri Permai untuk proyek penggunaan aspal tailing di wilayah kerja PTFI . Sementara itu, Ir. H. Rully Koestaman, M.T selau Direktur PT. DEKAPENTRA berperan sebagai konsultan pengawas yang memastikan kualitas dan kesesuaian pekerjaan dengan spesifikasi yang telah ditentukan.

Lingkup pekerjaan dalam proyek ini meliputi penanganan subgrade, pemasangan Lapis Pondasi Bawah (LPB), Lapis Pondasi Atas (LPA), dan Asphalt Concrete Wearing Course (ACWC). Persentase penggunaan tailing pada setiap lapisan adalah sebagai berikut: 15% pada LPB, 20% pada LPA, dan 15% pada ACWC. Pemerintah Kabupaten Mimika melalui Dinas Perhubungan juga memiliki kepentingan dalam proyek pengembangan Bandara Mozes Kilangin, termasuk pengawasan pembangunan lapangan terbang .

Penanganan Subgrade

Penanganan subgrade merupakan tahapan krusial dalam konstruksi perkerasan jalan karena berfungsi sebagai dasar pendukung seluruh lapisan di atasnya. Praktik standar dengan menggunakan material timbunan konvensional dan metode pemadatan yang sesuai diterapkan untuk memastikan kestabilan dan daya dukung tanah dasar. Pemilihan material untuk subgrade umumnya didasarkan pada karakteristik geoteknik tanah setempat dan persyaratan kekuatan yang dibutuhkan untuk menopang beban lalu lintas.

Lapis Pondasi Bawah (LPB) dengan 15% Tailing

Lapis Pondasi Bawah (LPB) memiliki fungsi penting dalam mendistribusikan beban dari lapisan atas ke subgrade serta meningkatkan daya dukung keseluruhan struktur perkerasan. Dalam proyek ini, campuran LPB menggunakan 15% tailing sebagai pengganti sebagian agregat konvensional. Penggunaan tailing sebagai material pondasi jalan bukanlah hal baru bagi PTFI, yang telah mengembangkan metode ini bekerja sama dengan Kementerian PUPR . Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa campuran aspal dengan tailing memenuhi standar kualitas AASHTO T 166 terkait kepadatan campuran . Persentase 15% ini kemungkinan merupakan hasil optimasi campuran untuk mencapai keseimbangan antara pemanfaatan limbah dan kinerja struktural yang memadai untuk lapisan pondasi bawah yang menerima beban cukup besar.

Lapis Pondasi Atas (LPA) dengan 20% Tailing

Lapis Pondasi Atas (LPA) terletak di atas LPB dan berfungsi untuk memberikan dukungan tambahan serta meratakan permukaan sebelum lapisan permukaan dipasang. Proyek ini menggunakan persentase tailing yang lebih tinggi pada LPA, yaitu 20%. Peningkatan persentase ini  disebabkan karena LPA menerima beban yang lebih ringan dibandingkan LPB. Namun, hasil menunjukkan bahwa penambahan tailing pada LPA dibatasi hingga 20% karena dapat mempengaruhi gradasi campuran jika melebihi batas tersebut . Hal ini mengindikasikan bahwa pemilihan persentase 20% merupakan pertimbangan teknis untuk tetap menjaga kualitas dan spesifikasi campuran LPA yang dipersyaratkan.

Asphalt Concrete Wearing Course (ACWC) dengan 15% Tailing

Asphalt Concrete Wearing Course (ACWC) adalah lapisan permukaan perkerasan yang langsung berinteraksi dengan lalu lintas. Lapisan ini harus memiliki ketahanan terhadap aus, cuaca, dan beban kendaraan. Dalam proyek ini, ACWC menggunakan 15% tailing sebagai pengganti sebagian filler atau agregat halus konvensional. PTFI telah berpengalaman menggunakan tailing sebagai filler aspal di berbagai fasilitasnya, seperti 32 BR PTFI, Hotel Rimba Papua Timika, Rimba Golf, dan IPN . Penggunaan tailing sebagai filler dalam campuran aspal bertujuan untuk meningkatkan stabilitas, durabilitas, dan workability campuran . Keberhasilan pemanfaatan tailing sebagai filler di lokasi-lokasi tersebut memberikan keyakinan untuk penerapannya pada proyek infrastruktur yang lebih signifikan seperti jalan akses bandara.

Ekonomi Sirkular dan Manfaat bagi Wilayah Timika

Pemanfaatan tailing dalam proyek pengaspalan jalan akses Bandara Mozes Kilangin merupakan contoh nyata penerapan prinsip ekonomi sirkular. Limbah pertambangan yang sebelumnya dianggap sebagai masalah lingkungan diubah menjadi sumber daya yang bermanfaat, mengurangi ketergantungan pada sumber daya alam yang baru . Pendekatan ini memberikan berbagai manfaat lingkungan, termasuk pengurangan volume tailing yang perlu ditampung, konservasi agregat alam, dan potensi penurunan emisi karbon akibat pengurangan transportasi material konvensional . Inisiatif ini secara langsung mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals – SDGs), terutama yang berkaitan dengan infrastruktur, inovasi, serta konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab .

Selain manfaat lingkungan secara umum, proyek ini juga memberikan dampak positif bagi wilayah Timika. Pemanfaatan sumber daya lokal seperti tailing dapat memberikan manfaat ekonomi, menciptakan peluang kerja, dan meningkatkan keterampilan tenaga kerja lokal . Lebih lanjut, inisiatif ini mempromosikan citra yang lebih hijau untuk operasi PTFI, menunjukkan komitmen perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab . Bahkan, pemanfaatan tailing telah terbukti membantu dalam aspek lingkungan lain di sekitar bandara, seperti pengendalian malaria melalui penimbunan area air tergenang yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk Anopheles . Keberhasilan proyek-proyek pemanfaatan tailing ini memberikan bukti nyata bahwa limbah pertambangan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat sekitar .

Jadi secara khusus, proyek pengaspalan jalan akses Bandara Mozes Kilangin yang memanfaatkan limbah tailing dari PT Freeport Indonesia merupakan sebuah inovasi yang signifikan dalam bidang konstruksi berkelanjutan. Penggunaan tailing pada berbagai lapisan perkerasan jalan, yaitu LPB (15%), LPA (20%), dan ACWC (15%), menunjukkan potensi besar limbah pertambangan sebagai pengganti parsial material konvensional. Inisiatif ini tidak hanya mendukung pembangunan infrastruktur di Papua, tetapi juga mengedepankan prinsip ekonomi sirkular dan memberikan manfaat lingkungan yang nyata, termasuk pengurangan limbah dan konservasi sumber daya alam. Kolaborasi antara PTFI, PT. Karya Mandiri Permai, dan PT. DEKAPENTRA dalam proyek ini menjadi contoh sinergi yang baik antara pihak industri dan kontraktor dalam mewujudkan praktik konstruksi yang lebih bertanggung jawab. Keberhasilan proyek ini dapat menjadi model bagi pemanfaatan limbah pertambangan lainnya di Indonesia dan dunia, membuka jalan bagi solusi yang lebih berkelanjutan dalam pembangunan infrastruktur di masa depan. ***