Tidur Itu “Mati”

Tidur Itu “Mati”

#Mustaqiem Eska

 

(TULISAN POJOK, MCP-Lab) Memang kematian adalah urusan Tuhan. Tapi setiap akibat kematian, Tuhan selalu membungkusnya dengan sebab. Dan tahukah Anda, kalau sesungguhnya, salah satu bagian dari akibat kematian itu adalah diakibatkan oleh banyaknya tidur. Jika menghitung tingkat efektifitas dan kemanfaatan usia saja, tidur delapan jam dalam setiap 24 jam, jika usia kita 63 tahun, berarti seusia hidup itu kita sudah tidak menfungsikan waktu yang dianugerahkan Tuhan untuk beraktifitas positif selama 183.960 jam. Ini artinya jika ditarik ke angka rata-rata usia manusia 63 tahun, maka sesungguhnya sudah 21 tahun sendiri kita pakai untuk tidur. Bagaimana ternyata jika tidur kita dalam satu hari 12 jam atau lebih dari itu?

 

Pada sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Institusi American Cancer Society; dimana dari 1000 orang sukarelawan dari beberapa negara bagian di Amerika, telah berhasil mengungkap bahwa orang yang tidur delapan jam sehari ternyata berisiko 12% meninggal lebih cepat. Risiko ini meningkat menjadi 17% pada orang-orang yang tidur sembilan jam sehari. Risiko kematian yang paling besar terjadi pada seseorang yang tidurnya mencapai sepuluh jam sehari, yaitu mencapai 34%.

 

Dalam bahasa kehambaan, Tuhan justru menyebut tidur itu sebagai kematian. Rasulullah Muhammad SAW mengajarkan sebuah doa kepada umatnya ketika hendak tidur adalah, “Bismika Allahumma ahya wabismika amut” – artinya : Dengan menyebut anamaMu ya Allah, saya hidup dan saya mati- , katanya. Kefahaman dari isi doa ajaran Rasul Muhammad SAW tentang tidur itu sendiri adalah mengingatkan bahwa saat tidur, sesungguhnya adalah ‘mati’.

 

Pada sebuah tulisan Profesor Daniel F. Kripke, salah seorang peneliti kesehatan usia, mengatakan bahwa terlalu banyak tidur hanya akan membuat organ tubuh menjadi lemah. “Sebaiknya setiap orang mempunyai kebiasaan tidur 6,5 jam sehari, tapi harus tidur yang berkualitas. Tak ada alasan untuk menambah jam tidur, tubuh akan memberitahu kita berapa banyak jam yang ia perlukan untuk beristirahat, ” ujarnya.

 

Jadi, merujuk pada penelitian di atas bukan berarti kita manusia tidak butuh tidur. Tuhan pun menjadikan tidur itu sebagai karunia. “Malam adalah pakaian untuk istirahat,” begitu kurang lebih petikan pesan dari salah satu ayat al-quran.

 

Boleh saja menjaga keseimbangan badan, dengan melakukan tidur tujuh jam dalam sehari. Tapi apakah itu juga yang terbaik? Ibnu Qoyyim dalam sebuah risalahnya justru menyitir, “Banyak tidur dapat mengakibatkan lalai dan malas-malasan. Banyak tidur ada yang termasuk dilarang dan ada pula yang dapat menimbulkan bahaya bagi badan”, terangnya. Dalam penelitian yang lain sebenarnya tidak ada masalah andai saja kita tidur kurang dari tujuh jam sehari, seperti enam atau lima jam sehari.

 

“Tapi ingat, tidak baik bagi kesihatan apabila Anda terus menerus tidur kurang dari lima jam sehari dalam waktu yang cukup lama,” ujar Prof. Daniel mengingatkan.

 

Intinya, Anda tidur banyak, atau kurang tidur, tentu semua bisa berakibat. Persoalan mendasar yang perlu dijaga adalah tingkat kemanfaatan di antara keduanya. Bagaimana kualitas saat kita bangun, dan nilai fungsi saat kita tidur. Jadi jikapun harus tidur, usahakan tidur Anda penuh kualitas. Begitupun sebaliknya, jikapun Anda tidak tidur, tetap beraktifitaslah dengan banyak kemanfaatan. InsyaAllah, jikapun dalam kondisi tidur kematian itu datang, atau juga ketika terjaga kematian itu pun tetap menjemput, posisi Anda tetap khusnul khatimah. Karena Anda selalu melakukan kebaikan. ### Wallahu ‘alam